Sunday, April 24, 2011

An Artist - Andy Warhol

An artist is someone who produces things that people  don't need to have but that he - for some reason - thinks it would be a  good idea to give them (Andy Warhol) Read More...

On Musical Talent

How can we explain the vast differences in musical ability? How can one species produce Paul Simon and William Hung? Are we born with musical talent, or do we develop it? Let's sort through the research:


Primitive musicality is, without question, built into our DNA
- Two-day old infants show a preference for some music over others (N. Masataka, 1999).
- Nearly all infants babble with melody and intonation (Gardner, 1997, p. 251).
- At 1, children can often match pitch (Kessen, Levine & Peindich, 1978).
- At 1 1/2, children engage in spontaneous song (Kessen, Levine & Peindich, 1978)
- At 2 1/2, children show extended awareness of songs by others (Davidson, 1994, in R. Aiello)
While these early developments can be influenced by outside events, they clearly unfold according to a genetic blueprint.
We cannot say the same for the next phase of development:

Beyond primitive ability, even basic musical development requires some modicum of encouragement and teaching.
- "Musical development continues beyond the age of 7 or so only in an environment that provides some sort of tutelage." (Gardner, 1997, p. 253; Gardner, 1973; Winner, 1982)
- Absolute ("perfect") pitch is not a genetic accident or random occurrence, but is developed in young childhood under specific external conditions (D. Deutsch, 2004; Takeuchi & Hulse, 1993).
Then, to take it to the next level, aspiring musicians need true instruction and a work ethic:

Advanced musicianship requires methodical training and "deliberate practice"
- "Talent proves of no avail in the absence of thousands of hours of practice distributed over a decade or more, as the youngster gains facility in various first- and second-order musical symbol systems. (Gardner, 1997, p. 256).
- The very best professional musicians practice the most and the smartest compared to the next best group of professional musicians, who in turn practice more and better than the third-best group (Ericsson et al, 1993). Top musicians consistently require about ten years and 10,000 hours of practice to achieve the height of their virtuoso skill-level.
- Among student musicians, the best ones also practice more than the next-best, who practice more and better than the ones who eventually drop out (Sloboda, Davidson, Howe, and Moore, 1996).
- "Deliberate practice" is qualitatively different from ordinary experience. In ordinary experience, an individual is exposed to certain task demands, spends time attaining proficiency at that task and then plateaus, more or less satisfied with his/her level of competence. Under these passive circumstances, more time spent with the same task after the plateau will not significantly increase skill-level. The skill level becomes autonomous and stable. In contrast, under a regime of deliberate practice, the individual is never quite satisfied and is always pushing a little bit beyond his/her capability, actively and incrementally expanding that capability. (Ericsson, 2006, chapter 38).
- Francis Galton, the father of eugenics and theories of innate talent, suggested that individuals pursuing a skill naturally rise to an innate limit of their capability. The work of Ericsson and others suggests that this is nonsense -- that in many if not most cases these limits are not innate but connected to the quantity and quality of training, and to an individual's level of ambition/determination.

Musical training physically alters the brain. Accomplished musicians have key differences in their brains -- not from birth but as a direct result of training.
- Right-handers not trained in music show typical right-hemisphere processing, while right-handers trained in music show left-hemisphered dominance (Bever & Chiarello, 1974)
- Cortical representations of fingers of the left hands of string players get significantly enlarged compared to non-musicians -- and moreso for those who train earlier in life. (Elbert et al, 1995)
None of this, of course, rules out the possibility of innate talent. What it does do, though, is paint a rich, descriptive picture of musicianship being largely in the realm of development. After a thorough review of the research, Lehmann & Gruber state: "Taken together, it is difficult to obtain clear evidence on the role of innate abilities, despite the fact that giftedness features prominently in everyday discourse. On the other hand, much evidence exists that practice and other environmental factors have a large impact on changes in many variables related to musical performance." (p. 458.)
Can anyone be a great musician? No -- there are all sorts of limitations. Some are severely physically disabled, others intellectually disabled. Others don't have the childhood resources of encouragement and training. Others never develop the intense desire, for whatever reason. There are lots of obstacles out there. The point that I think shines through in all this research is that we need to sweep aside this old notion that most people simply don't have IT. The IT -- the greatness -- is something you acquire, not something you are given or are not given. Some may face too many obstacles to acquire IT but few are born with limitations so severe that the acquisition is inherently impossible.
Sumber: geniusblog.davidshenk.com/2007/.../more_on_musical.html Read More...

Saturday, April 23, 2011

Langkah Mencipta Lagu ala Hilmi

Bagi orang yang belum pernah menciptakan lagu, sering bingung bagaimana memulainya. Tidak ada tips jitu untuk semua orang. Karena setiap orang mempunyai gaya tersendiri. Ada yang memulainya dengan membuat lirik. Ada yang memulainya dengan membuat melodi. Sebagai seorang pemula, beranilah untuk mencoba dan pantang menyerah. Sekedar sharing, inilah langkah-langkah menciptakan lagu berdasarkan pengalaman Hilmi sebagai seorang pemula:
  1. Bulatkan niat untuk menciptakan lagu sendiri, apapun alasanmu. Entah untuk ikut lomba atau ingin menciptakan lagu untuk seseorang.
  2. Cari tips-tips cipta lagu dari internet, buku atau dari pengalaman orang lain. Hilmi memilih dari internet, dan dia banyak sekali menemukan informasi dari sana.
  3. Pilih langkah yang paling kamu sukai. Hilmi pilih bikin melodi duluan, bukan  lirik.
  4. Mulailah dengan 1 bar melodi. Ikutilah perasaanmu, maka akan ketemu bar berikutnya sampai  kamu dapatkan 1 bait pertama
  5. Dari bait pertama kamu akan bisa dapatkan bagian reffnya dengan membayangkan semangat yang ada pada lagumu. Nada dalam Reff  biasanya lebih semangat dibandingkan bait pertamamu.
  6. Carilah chord progresi lagumu dengan alat musik yang kamu kuasai. Hilmi memilih keyboard. Keyboard menguntungkan karena dia juga bisa memilih style yang cocok, untuk mencari ritme yang sesuai.
  7. Buat notasi lagu lengkap dengan chord progresinya.Tidak usah kamu pusingkan ketukan dll, tuliskan not-notnya saja dulu dan chord progresi yang sederhana dulu.
  8. Mintalah orang yang lebih berpengalaman untuk mengecek melodi atau chord progresimu. Yang lebih penting selain dia punya pengetahuan dan pengalaman dalam musik juga bisa mengerti dirimu. Ini penting karena walaupun jago di bidang musik, orang tersebut haruslah bisa menjadi orang yang mendorong dan membangkitkan kreativitasmu, bukan membuatkan lagu untukmu. Hilmi memilih guru vokal grup dan guru keyboardnya. Hilmi diberi beberapa alternatif bagaimana memperbaiki melodi dan chord progresinya sekaligus diberi penjelasan. Hilmi diberi kebebasan memilih alternatif yang sesuai dengan  kemauan Hilmi sendiri.
  9. Perbaikilah notasi dan chord progresi lagumu sesuai dengan masukan dari orang yang berpengalaman.
  10. Buatlah lirik lagu. Tentukan terlebih dahulu tema apa yang cocok, perasaan apa yang tergambar dalam lagumu, dengan cara memainkan berulang-ulang lagumu dengan alat musik.
  11. Kalau sudah kamu temukan temanya, pilihlah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan tema itu. Misalnya Hilmi memilih tema "cinta tanah air", yang Hilmi bayangkan perasaan gembira waktu piknik ke Borobudur. Mulailah Hilmi membayangkan kenapa dia cinta tanah air? Banyak alasan, misalnya karena keindahan alamnya, keindahan candi Borobudur, atau  seni dan budaya lainnya. Seni dan budaya apa? Hilmi bersama orangtuanya mencari di internet berbagai macam tulisan tentang  seni dan budaya Indonesia. Baru Hilmi tahu ternyata tari Saman dan musik Angklung termasuk dalam "World Intangible Heritage" dari UNESCO. Jadi Hilmi langsung kebayang tari Saman yang pernah dia  tonton  dan pelajari dari Ivant. Tariannya indah dan perlu kekompakan. Hilmi juga terbayang perasaannya waktu main angklung di SD.  Kagum, bangga terhadap seni dan budaya Indonesia itu perasaan yang disampaikan melalui lagunya.
  12. Mulailah menyusun lirik lagumu  dengan  mencocokannya dengan nada dalam bar-bar melodimu, sehingga tahu pemenggalan kata-katanya. Bait pertama berisi tentang perasaan Hilmi terhadap Indonesia.  Kagum keragaman seni budayanya dan bangga karena mendapat pengakuan dunia. Bagian reffnya contoh musik (angklung)  dan tari (saman) yang indah dan diakui dunia serta ajakan untuk mencintai Indonesia. Ini ternyata bagian yang sulit buat Hilmi. Yah begitulah risiko kalau membuat lirik belakangan setelah melodi jadi. Pada awalnya dia mau membuat lirik duluan, tetapi karena macet tidak punya ide, dia putuskan membuat melodinya duluan. Mulailah dengan yang mudah!
  13. Cobalah berulang-ulang menyanyikan lagumu sambil memainkan alat musik untuk memastikan lagumu sudah OK dengan  pemenggalan kata/lirik yang pas. Hilmi berhasil membuat lagu sederhana dengan struktur sederhana 2 bait, 1 bait pertama (verse) 8 bar dan 1 bait reffrain (chorus) 8 bar
  14. Jangan lupa beri judul yang pas untuk lagumu. Ambil dari kata-kata yang ada dalam reffmu.
  15. Selamat !
Godaan terberat dalam menciptakan lagu, adalah berhenti di tengah jalan karena tidak ada ilham. Yakinlah kalau ilham itu dicari, bukan ditunggu. Mulailah dengan 1 bar, lanjutkan dan selesaikan. Jaga mood- mu untuk menyelesaikan lagu ciptaanmu. Hilmi lebih suka mengerjakannya pada pagi hari di ruang yang tenang. Cari teman-teman atau orang terdekatmu yang mampu mendorong kreativitasmu. Setelah itu, kamu akan bangga ternyata kamu bisa menciptakan lagu. Selangkah lebih maju, dibandingkan hanya menyanyikan lagu.
Read More...

Wednesday, April 20, 2011

Kenangan Musikal Laskar Pelangi - Pertunjukan Desember 2010

ART & CULTURE

Metamorfosis (Lagi) Laskar Pelangi: Spektakuler!

January, 31st 2011 |  by  Hapis Sulaiman  | 0

Sejak dipentaskan mulai 17 Desember 2010 lalu, Musikal Laskar Pelangi menuai banyak kekaguman yang berseliweran via twitter. Saya memberanikan diri membayar Rp250 ribu untuk satu kursi di Gedung Teater Jakarta pada Sabtu, 8 Januari lalu.

 

Metamorfosis (Lagi) Laskar Pelangi: Spektakuler! Metamorfosis (Lagi) Laskar Pelangi: Spektakuler!
Janji kehebohan tontonan musikal bertajuk Musikal Laskar Pelangi yang disampaikan Mira Lesmana dan kawan-kawan dalam konferensi pers “Jelang Pementasan Laskar Pelangi” 1 Desember 2010 silam kiranya terbuktikan. Meski digadang-gadangi 'kecolongan momen' dengan Musikal Onrop! yang duluan tampil di Teater Jakarta dan menyita perhatian, nyatanya musikal garapan keroyokan Mira Lesmana, Riri Riza, Erwin Gutawa, Hartati, dan Jay Subiyakto ini tak ada habisnya menyedot pujian.


Soal cerita Laskar Pelangi, kebanyakan dari kita mungkin sudah banyak yang hapal. Cerita karya Andrea Hirata ini sudah lebih dulu menggebrak melalui format buku dan film. Meski begitu, menyaksikan bentukan baru kisah anak-anak Laskar Pelangi dalam wujud musikal tidak lantas membuat penonton jemu. Selama pementasan para penonton malah seakan dibawa mengingat-ingat kembali cerita Bu Mus bersama Ikal, Lintang, Mahar dan kawan-kawan ini. Bahkan, tak sedikit dari penonton yang 'terpaksa' membandingkan cerita versi buku, film, dan lelakon yang sedang berlangsung di panggung.

Cerita yang dibawakan ke panggung ini memang mengambil secuplik demi secuplik plot-plot utama versi film Laskar Pelangi. Dimulai dengan adegan kehadiran Ikal dewasa ke kampung halamannya, pembukaan sekolah miring dan terkumpulnya anak-anak Laskar Pelangi, perkenalan kilat Ikal dengan Aling, kematian Pak Arfan, keikutsertaan anak-anak Laskar Pelangi di karnaval Agustusan dan cerdas cermat, kepergian Lintang, hingga cerita bertemunya kembali Ikal dan Lintang dewasa yang menjadi penutup.

Meski ada adegan-adegan dalam film dan buku Laskar Pelangi yang diubah lakon atau tidak ditampilkan sama sekali dalam versi musikal ini, tidak mengurangi totalitas cerita Laskar Pelangi. Suguhan tari, musik, dan lagu yang menjadi dasar pertunjukan musikal, menjadi penyegar cerita Musikal Laskar Pelangi yang malam itu dibawakan oleh Lea Simanjuntak, Chandra Satria, Gabriel B. Harvianto, Christoffer Nelwan, Hilmi Fathurrahman, Teuku Rizki, dan lain-lain.

Selama 3 jam, Musikal Laskar Pelangi yang disutradarai Riri Riza ini sukses menghipnotis pengunjung gedung baru berkapasitas 1200 orang itu. Mulai dari tari-tarian yang rancak, musik dan lagu-lagu yang mendayu-buai, setting latar yang mengagumkan, hingga kelakuan nakal bocah-bocah miskin asal Belitong ini menjadikan pertunjukan itu tak ada bosannya untuk disimak. Tak cuma orang dewasa, banyak juga anak kecil yang hadir bersama orang tua mereka terlihat anteng mencecap semua cerita di panggung, turut larut dalam suka dan duka serta tari dan nyanyi yang dibawakan.

Apa yang membuat penonton betah, kagum, dan berkali-kali bertepuk tangan beriring sorak? Jawabannya ada pada punggawa di balik panggung yang mempersiapkan pertunjukan ini, mulai dari Mira Lesmana, Riri Riza, Hartati, Jay Subiyakto, dan Erwin Gutawa. Dengan karsa masing-masing, Musikal Laskar Pelangi tampil solid, dari cerita, pemain, musik, nyanyian, setting panggung, hingga koreografi tari yang berhasil merepresentasikan ciri tradisi Melayu-Belitong di era 70-an.

Acungan jempol pertama untuk Jay yang bertindak sebagai penata artistik musikal yang digelar selama 21 hari berturut-turut ini. Dengan ide dan kreativitas visualnya, Jay berhasil membelalakkan mata penonton dengan sajian latar dan artistik panggung yang realis, memukau, dan berhasil menggambarkan suasana latar fisik dan masyarakat Kampong Gantong, Belitong. Kreasi Jay sudah ada sejak awal cerita. Panggung dibuka dengan suasana Kampung Gantong yang sibuk pada suatu pagi, dengan latar belakang Pabrik Timah yang lengkap dengan pagar kawat, plang peringatan, bangunan pabrik, dan dua buah warung kopi di kiri-kanan pabrik. Selanjutnya, silih bergantian tampil bangunan sekolah miring, ruang kelas, Sekolah SD PN Timah yang megah, padang rumput, pertokoan, rumah Bu Mus, rumah Lintang di bibir pantai lengkap dengan kapal, bebatuan di tepi pantai, pelangi, mobil, motor, kambing, dan curahan air hujan yang mengisi panggung.

Proyeksi artistik yang dibangun Jay kiranya sejalan dengan visi Riri Riza sebagai sutradara produksi ini. yang berhasil menyuguhkan Musikal Laskar Pelangi serupa dengan adegan dan scene dalam film yang kerap bergonta-ganti latar. Nuansa film memang terasa sekali di beberapa adegan musikal ini, salah satunya adalah penggunaan layar yang dibentang di bagian belakang panggung bahkan menutupi panggung untuk menampilkan sejumlah animasi yang memperkuat cerita. Salah satu adegan yang 'menohok' adalah saat Pak Arfan bercerita tentang Perahu Nabi Nuh di hadapan anak-anak Laskar Pelangi atau saat Lintang menguraikan hitungannya dalam lomba cerdas cermat. Seperti teknik pertunjukan wayang, memanfaatkan layar tipis tembus pandang yang membentang di muka panggung, dalam kedua adegan ini, pandangan penonton dibuat seolah-olah berada di hadapan para pelakon. Layar menjadi papan tulis tempat Pak Arfan dan Lintang menggambar dan menulis, sementara  penonton menyaksikan dari balik papan tulis dengan tulisan dan gambar terbalik.  

Selain Jay yang sukses 'memindahkan' potret fisik Belitong, koreografi racikan Hartati yang dimainkan para pelakon menambah dalam kesan tradisi Melayu khas masyarakat Kampung Gantong di dalam cerita. Gerak harmonis, yang memadupadankan unsur gerak, dari silat Minang hingga ballet, baik dalam format kelompok maupun individu, menjadikan suguhan kisah Laskar Pelangi menjadi begitu dinamis meningkahi musik dan nyanyi yang dibawakan pasukan Laskar Pelangi, para buruh, satpam pabrik, dan anak-anak SD PN Timah. Dalam balutan kostum sederhana—jauh dari glamor kostum penuh warna seperti pertunjukan musikal lain sebelum-sebelumnya—suguhan di panggung malam itu tetap memukau. 

Bicara soal musik, seperti menjadi nafas pertunjukan musikal, Erwin Gutawa dan Mira Lesmana patut dihadiahi jempol juga. Erwin Gutawa bersama orkestra yang dipimpinnya sukses membingkai pertunjukan yang digelar 3 minggu berturut-turut ini. Komposisi musik pengiring tari, nyanyi, dan latar dengan sentuhan padu Melayu dan modern yang diciptakannya sukses menebalkan nuansa setiap adegan yang dimainkan. Soal nyanyian dan lirik, duet Erwin dan Mira sukses menambal dialog dengan bait-bait lagu yang penuh makna. Kurang lebih ada 14 lagu yang dibawakan dalam musikal ini. Erwin Gutawa sendiri sudah 'mengancam' jauh-jauh hari sebelum pertunjukan. “Sesuai namanya, musikal, musik dan lagu juga menjadi faktor yang sangat menentukan. Karenanya, dalam Musikal Laskar Pelangi, kreativitas musikal sangat diperhatikan, utamanya dengan detil musik dan lagu yang dibawakan,” ungkapnya saat gelar siaran pers Jelang Pementasan Laskar Pelangi yang digelar  Desember 2010 lalu. Malah, menguatkan totalitas musik gelaran ini, Musikal Laskar Pelangi juga melansir album Musikal Laskar Pelangi yang berisikan lagu-lagu yang dibawakan dalam pentas Musikal Laskar Pelangi. Dalam album dengan single pertama "Jari-jari Cantik ini", tampil Dira Sugandi, Lea Simanjuntak, Christoffer Nelwan, serta ensemble Theater Company Musikal Laskar Pelangi yang turut sumbang vokal.

Acungan jempol juga patut diasongkan untuk detil penempatan orkes musik pengiring musikal ini. Dalam pementasan Musikal Laskar Pelangi ini seluruh pemain tampil live, mereka bernyanyi dan menari diiringi langsung oleh orkestra dan tanpa iringan choir sebagai backing vocal. Hebatnya lagi, Erwin dan kawan-kawan membangung pit orkestra tepat di depan panggung dengan posisi jauh lebih rendah—tepatnya di bawah—penonton di barisan pertama (memanfaatkan basement gedung Teater Jakarta). Dengan demikian penonton dapat mendengar, baik dialog maupun lagu yang dinyanyikan, serta pandangan penuh ke panggung tanpa terintangi aktivitas rombongan musik.

Secara keseluruhan, salutasi dan kagum patut disandangkan untuk para pemain malam itu. Hanya dibantu pengeras suara, mereka membawakan cerita dengan penuh totalitas, baik pemain dewasa maupun pemain anak-anak. Berdialog, bernyanyi, dan menari, dilakoni para pemain dengan kualitas vokal dan stamina yang terjaga—nyaris tanpa cacat dialog. Di beberapa adegan malah terlihat pemain yang membantu membawa properti ke panggung. Semuanya dilakukan dengan dinamis dan total. Tak cuma pemain-pemain berbakat, totalitas permainan ini sudah tentu hasil proses latihan yang lama dan intens. Well, melihat intensitas pertunjukan yang digelar 17 Desember 2010-9 Januari 2011 lalu ini, selama 3 minggu berturut-turut, 21 hari, dan kurang lebih 28 kali pertunjukan (Minggu 2 pementasan, siang dan malam), tak salah bila program persiapan dan latihan untuk para pemain memakan lebih dari 3 bulan. Itupun dengan membikin beberapa rotasi pemain untuk tokoh-tokoh utama, misalnya tokoh Bu Mus yang dimainkan oleh Dira Sugandi, Lea Simanjuntak, dan Eka Deli secara bergantian. Secara keseluruhan tak heran jika pementasan ini melibatkan lebih kurang 150 pemain termasuk dukungan dari Theater Company. Bahkan, disebabkan antusias penonton yang masih begitu tinggi, rencananya gelaran ini akan dimulai kembali Juli 2011 ini.

Catatan terakhir. Tak cuma penjagaan yang ekstra ketat kepada penonton yang mengganggu dengan aktivitas makan-minum atau mengambil gambar dengan kamera atau handphone, gelaran Musikal Laskar Pelangi menyempurnakan kehadirannya dengan 'suguhan' jualan cinderamata khas Laskar Pelangi. Ini bisa jadi untuk memperkuat kesan penonton usai menyaksikan pertunjukan. Beragam merchandise yang akan disediakan saat pertunjukan mulai dari Album Musikal Laskar Pelangi, sarung handphone, gantungan kunci, kaos, topi, dan lain-lain bisa dibeli saat pertunjukan dengan harga terjangkau. Selain itu, gelaran ini tak sepi dengan penjaja cemilan makan dan minum pengganjal lapar, baik dari sponsor maupun penjaja liar di luar gedung. Well, ini sudah pasti untuk mengantisipasi para penonton yang kelaparan menyaksikan pertunjukan musikal yang digelar selama kurang lebih 3 jam dengan jeda paruh waktu yang hanya 20 menit.

Contact the writer at hapis.sulaiman@mediasatu.com
Read More...

Tuesday, April 19, 2011

Gaya Belajar Hilmi: The Concrete Sequential Learner

Dari hasil psikotes,  Hilmi termasuk dalam kategori Concrete Sequential Learner. Informasi ini berguna untuk memahami cara berpikir, cara belajarnya dan memilih cara memotivasi dia yang sesuai. Penjelasan mengenai ciri-ciri seorang Concrete Sequential Learner sebagai berikut:

THE CONCRETE SEQUENTIAL LEARNER

James is home schooled. His mother stays busy with five children, of which James is the oldest. Conscientious and dependable, James is the least demanding of the children. Early on, Mom noticed that he prefers workbooks to multi-age unit studies. As long as his work space is quiet and clean (which means away from younger siblings), James methodically works through his assignments. Because he needs to be sure that he is doing things right, James frequently asks for clarification on instructions. Therefore, to avoid interruptions, Mom never leaves James with an assignment until she is certain he understands. Although James devours facts and churns out perfect scores on exams, he struggles in areas that require abstract thinking. Reading between-the-lines puts him in a cold sweat. Just give him the facts and let him deal with literal meanings, and he’ll even hum while he’s studying! Academically, mass education is designed for Concrete Sequential (CS) learners like James, but he’s happy at home, learning at his own pace and learning values important to his family.


A CS learner is a no-nonsense person who sees the practical side of issues. When he speaks, he is never subtle, but is direct and to the point. Not one to quit in the middle of anything, he will finish whatever he is doing even if he hates it. This is because a CS has a sense of order and responsibility that requires a beginning, middle, and an ending. Although a CS learner is not naturally creative, he is a master at fine-tuning and improving another’s original idea. He is your list-maker and organizer who thrives on a schedule. Nearly as predictable as the sunrise, you can always count on a CS to follow through. And because he is highly disciplined, he will do what needs to be done whether he feels like it or not. Consistency is his byword.
Routine is important to a CS learner. When unexpected changes occur, he has difficulty adapting. While it is necessary for him to understand that life cannot always be predictable, if possible, try to give him advance notice of changes in plans. Never just tell a CS what to do unless he is already familiar with the task. Provide concrete examples of what is required because vague directions do not register. Often overwhelmed with too much to do, he gets frustrated by not knowing where to begin. Ask him what you can do to help. Sometimes helping him to list priorities is all he needs to get going. While CR or AR learners almost relish clutter and noise, a CS learner’s ability to concentrate freezes in such an environment. If you give him a specific time for uninterrupted work in a clean and quiet place, he’ll sail through his assignments comfortably and come out smiling. His delight is to accomplish his goals and check them off his list!

CUSTOMIZING YOUR CS’s EDUCATION
CS learners flourish in math, spelling, history, geography, and business subjects. He relishes drills, reviews, and memorization, and thrives on workbooks, structure, and routine. Lectures and outlines neatly place all the facts in his orderly mind to draw out when needed. His mind is a splendid time line! A CS has an innate need for order and a propensity for perfectionism. Because of these traits, he learns best by following an example.
Although not too fond of discussions or oral reports, he will excel if given enough time to prepare. Role playing and dramatization, however, are not his forte. He can churn out reports replete with all the facts, but imaginative writing draws a blank in a CS learner. Even the driest CS learner can be taught to think creatively, though. Tangible rewards and hands-on methods motivate him. If you wisely and gently use these types of motivations, you will watch a CS gradually unfold to a new world of creativity.
In order to understand how to specifically help your CS in the individual subjects usually studied in school, I have compiled a list of preferences and helps for each subject:

READING:
Prefers: Phonics, programmed reading, word lists, and oral reading (if they are prepared)
Needs help to: Read from context and read beyond the literal meaning
Tip: A CS will do well with most phonics programs.  Give him opportunity to practice oral reading in a nonthreatening, relaxed setting.
WRITING:
Prefers: Handwriting drills, worksheets, and well spelled-out assignments
Needs help to: Write creatively
Tip: He will do well with traditional language art textbooks. For creative writing, though, use "story starters" or books that deal specifically with creative writing.
MATH:
Prefers: Workbooks, programmed math, and drill
Needs help to: Apply arithmetic to word problems that require abstract thinking
Tip: He will do well with most math textbooks.
HISTORY-GEOGRAPHY-SOCIAL STUDIES
Prefers: Names, dates, making maps and time lines
Needs help to: Read biographies, historical fiction, and novels that give life to these subjects
Tip: Because a CS thrives on the details, they miss the big picture. Find creative ways to show him how the details fit together in the overall message. (ie., Read biographies and historical fiction aloud as a family.)
SCIENCE
Prefers: Science notebooks, collections of leaves, rocks, etc., programmed book learning, and sciences that are less speculative (biology, botany, and physiology)
Needs help to: Form hypotheses and do experiments
Tip: Plan creative projects that let him express his aptitude for details and facts.
FINE ARTS:
Prefers: Art -- drawing with clear directions to follow, photography, and craft projects;  Music -- note reading             
Needs help to: Bring out his own creativity
Tip: Drawing with Children by Mona Brooks is an excellent resource that equips the ordinary person to teach art. It teaches how to analyze everything you see so that you can know how to draw. It also includes painting instructions. This style would work well with a CS learner.

CONCLUSION

Your CS learner is the most goal oriented of all the learning styles. Some will accuse him of having "tunnel vision," but it is this mastery at maintaining focus and drive to fulfill the goal that gives our world men and women who accomplish ordinary and "history making" achievements. This trait, however, causes a CS to value things and responsibilities more than people. Knowing this, parents can teach their CS that life does not solely consist of attaining goals; he needs to understand that it is okay to take time for people. If need be, let him schedule in time for family and friends on his daily calendar. He may even feel that he "accomplished" something when he checks it off his list! As a perfectionist, he will thoroughly fine-tune an idea or project. You can help him to not take himself and life too seriously by teaching him to laugh at himself and the inevitable imperfections of life. Encouraging him to practice patience with the people in his life will make him amiable, also. A slave to routine, your CS is uncomfortable with change. You can rejoice that this characteristic enables you to count on him, and, at the same time, gradually introduce circumstances that require him to adapt. While it is important to teach your CS to relax and enjoy life, remember to appreciate him for who he is -- serious, practical, and predictable. God has a plan for his life, and that plan needs his unique learning abilities. 

Sumber:
http://koinonia-all.org/homeschool/learnstyles.htm
Read More...

Monday, April 18, 2011

Hilmi: Pantang Menyerah Meraih Juara 2 Cipta Lagu FLS2N

Allhamdulillah Hilmi akhirnya memenangkan juara 2 Lomba Cipta Lagu dalam Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) tingkat Kota Bogor pada tanggal 13 April 2011. Judul lagunya "Cintai Indonesia". Ini kemenangan kedua kali dalam bidang Cipta Lagu setelah kemenangannya 3 tahun yang lalu (lihat Biografi Hilmi).
Lomba kali ini hampir membuatnya jera, karena persiapannya mendadak, situasi menjadi stressfull. Dalam 10 hari Hilmi harus menyiapkan lagu ciptaannya, di sela-sela waktu belajarnya dan persiapan tampil paduan suara sekolah. Tidak mudah dia diyakinkan bahwa dia bisa menang karena pernah menang.
Inilah proses perjuangannya untuk tidak menyerah -- sangat tipikal sebagai Concrete Sequential Learner.  Dia bisa mengatasi rasa putus asanya, ketika dia sampai pada situasi-situasi seperti ini:


feel sure of activities relevance with his goal
"Kenapa sih aku harus ikut lomba cipta lagu? Ribet.... ", keluhnya.
Berulang-ulang Mamanya menjelaskan keuntungan mengikuti lomba cipta lagu dibandingkan dengan lomba menyanyi solo atau vokal group. Dengan mengikuti lomba cipta lagu, dia tidak terlalu tergantung pada pelatih. Seandainya dia berhasil masuk babak penyisihan-final di tingkat provinsi dan nasional dia lebih gampang mengatur jadwalnya  antara persiapan lomba dan latihan Musikal Laskar Pelangi (MLP) . Sebagai murid SMPN 4 yang masuk lewat jalur prestasi menyanyi, dia punya "kewajiban" mengangkat nama sekolahnya melalui prestasi di bidang musik. Dengan menang dalam lomba cipta lagu, akan mempermudah dia mendapat ijin sekolah  untuk ikut pementasan di Musikal Laskar Pelangi. Dia menjadi sadar dengan memenangkan  lomba Cipta Lagu  akan memudahkannya menraih mimpinya untuk tetap tampil dalam Musikal Laskar Pelangi bulan Juli 2011.
Kalau lolos recasting ....:) 

have guided practice with an organized person.
"Let me see a good way to work it out."
"Udah kurang seminggu aku gak bisa bikin lagu. gak cukup waktunya ? " keluh Hilmi.
"Hari ini bikin 1 bar aja dulu, besok bikin bait pertama, setelah itu bikin reff-nya. Besoknya lagi bikin chord progresinya, hari berikutnya lagi bikin notasi baloknya, Terus dicek sama kak Hanna, oom Aah, atau kak Sekar. Setelah itu baru bikin liriknya, dibantu Mama, dicarikan bahan-bahannya." 

know the accepted way of doing things.
"I'm not volunteering to be the first at anything."
Pada awalnya dia bener-bener tidak mau membuat lagu. Tetapi pagi hari, setelah bangun tidur, Mamanya menunjukkan hasil download tips menciptakan lagu dari orang-orang yang berpengalaman, ekspresi wajahnya mulai antusias “Hari ini aku akan bikin lirik”. Walaupun dengan sedikit gusar bertanya “apa tadi ada ...[kata] “frustrating”. Setelah dijelaskan .... orang biasanya frustasi ketika membuat lagu, tetapi kalau sudah berhasil membuat 1 bar melodi, maka selanjutnya akan mengalir begitu saja .... "Jadi mulailah membuat 1 bar melodi saja !"

have exact directions and examples.
"Let's do it right the first time."
“Aku dah tau laguku, waktu Mama ngomong” Itu komentarnya setelah Mamanya membacakan langkah-langkah menciptakan lagu sambil melangkah menuju keyboardnya ....

have an orderly quiet environment.
"I don't have the radio blasting away while I study." 
"Gak boleh ada yang masuk," dia menutup ruang keyboardnya, lalu dia memainkan keyboard, mencari melodi yang tepat. Dia mendapatkan bait pertama lagunya (verse) ....

can be consistent and efficient.
"Let's get on with it."
Ketika dia mulai yakin bisa menyelesaikan, setiap hari dia menambahkan bar demi bar hingga mendapatkan bagian reff-nya (chorus), menyempurnakannya dstnya 

face limited change in predictable situations.
"I need to know what is happening to me!"
“Kata kak Sekar, nanti pada waktu lomba diberi kertas kosong untuk menulis notasi lagu, habis itu disuruh memainkan lagu itu dengan keyboard” dia mulai tenang menghadapi lomba.

are given approval for specific work done.
"I want to know I'm on the right track."
“Tanyain ke Oom Aah dah bener belum laguku” Itu permintaannya ketika dia sudah menyelesaikan melodi dan chord progresi lagunya.  Mamanya segera mengatur jadwal agar Hilmi bisa bertemu dengan orang kompeten di bidang musik yang dipercayanya. Maka yang terpikir oleh Mamanya, dia harus ketemu dengan Oom Aah,  Kak Hanna, atau kak Sekar (Oom Aah = pelatih vokal group,
kak Hanna = pelatih keyboardnya, kak Sekar = kakak kelas pemenang lomba cipta lagu tahun sebelumnya dan pengiring vokal groupnya). 

can apply ideas in a practical hands-on way
"If it's not useful, why do it?"
Ketika dia ditunjukkan buku Pengantar Komposisi dan Aransemen (Budidarma, 1997), dia menolak membacanya, tetapi dia mau memainkan berbagai contoh perubahan ide dasar 1 bar melodi menjadi bar-bar melodi yang dimodifikasi dengan berbagai cara transposision, expansion, contraction, augmentation, diminution dll yang ada dalam buku tersebut.Mamanya berharap Hilmi dapat ide untuk memperbaiki melodinya.

are able to trust that others will follow through.
"I need to count on you to do what you said."
"Kalau lupa not baloknya, gimana? Aku belum hafal...", keluh Hilmi sebelum lomba
"Mainkan lagumu dengan keyboard sampai hafal, nanti kalau lupa not baloknya lebih mudah mengingatnya.  Kalau masih lupa juga, tanya sama jurinya, boleh enggak melihat catatan not baloknya, karena lomba tahun lalu boleh. Itu kata kak Sekar", hibur Mamanya
"Awas lho kalau enggak boleh, Mama yang salah," kata Hilmi

can eliminate a great fear of being wrong
"Aku nggak bisa" , "Laguku jelek" keluhan-keluhan Hilmi dengan putus asa
Mamanya dan Bapaknya  berulang-ulang memuji "Lagumu bagus," kak Sekar bilang "Lagumu lucu", Oom Aah bilang, "Membuat lagu sederhana seperti ini  susah lho... Bagus lagunya Hilmi!"

Read More...

Monday, April 4, 2011

Juara 2 Vokal Group se-Jawa Barat

Kelompok Vokal Group SMPN 4 Bogor, dengan anggota Hilmi (kelas 7), Rifki (kelas 7), Bilqis (kelas 7), Aulia (kelas 8), Yasmin (kelas 8), Pengiring: pemain keyboard  Sekar (kelas 9) menyanyikan lagu Especially for You (babak penyisihan ), lagu Without You dan If I Ain't Got You (babak final): dalam lomba vokal group se-Jabar diadakan di SMAT Krida Taruna, Cibiru Bandung pada tanggal 3 April 2011. Read More...