Wednesday, April 20, 2011

Kenangan Musikal Laskar Pelangi - Pertunjukan Desember 2010

ART & CULTURE

Metamorfosis (Lagi) Laskar Pelangi: Spektakuler!

January, 31st 2011 |  by  Hapis Sulaiman  | 0

Sejak dipentaskan mulai 17 Desember 2010 lalu, Musikal Laskar Pelangi menuai banyak kekaguman yang berseliweran via twitter. Saya memberanikan diri membayar Rp250 ribu untuk satu kursi di Gedung Teater Jakarta pada Sabtu, 8 Januari lalu.

 

Metamorfosis (Lagi) Laskar Pelangi: Spektakuler! Metamorfosis (Lagi) Laskar Pelangi: Spektakuler!
Janji kehebohan tontonan musikal bertajuk Musikal Laskar Pelangi yang disampaikan Mira Lesmana dan kawan-kawan dalam konferensi pers “Jelang Pementasan Laskar Pelangi” 1 Desember 2010 silam kiranya terbuktikan. Meski digadang-gadangi 'kecolongan momen' dengan Musikal Onrop! yang duluan tampil di Teater Jakarta dan menyita perhatian, nyatanya musikal garapan keroyokan Mira Lesmana, Riri Riza, Erwin Gutawa, Hartati, dan Jay Subiyakto ini tak ada habisnya menyedot pujian.


Soal cerita Laskar Pelangi, kebanyakan dari kita mungkin sudah banyak yang hapal. Cerita karya Andrea Hirata ini sudah lebih dulu menggebrak melalui format buku dan film. Meski begitu, menyaksikan bentukan baru kisah anak-anak Laskar Pelangi dalam wujud musikal tidak lantas membuat penonton jemu. Selama pementasan para penonton malah seakan dibawa mengingat-ingat kembali cerita Bu Mus bersama Ikal, Lintang, Mahar dan kawan-kawan ini. Bahkan, tak sedikit dari penonton yang 'terpaksa' membandingkan cerita versi buku, film, dan lelakon yang sedang berlangsung di panggung.

Cerita yang dibawakan ke panggung ini memang mengambil secuplik demi secuplik plot-plot utama versi film Laskar Pelangi. Dimulai dengan adegan kehadiran Ikal dewasa ke kampung halamannya, pembukaan sekolah miring dan terkumpulnya anak-anak Laskar Pelangi, perkenalan kilat Ikal dengan Aling, kematian Pak Arfan, keikutsertaan anak-anak Laskar Pelangi di karnaval Agustusan dan cerdas cermat, kepergian Lintang, hingga cerita bertemunya kembali Ikal dan Lintang dewasa yang menjadi penutup.

Meski ada adegan-adegan dalam film dan buku Laskar Pelangi yang diubah lakon atau tidak ditampilkan sama sekali dalam versi musikal ini, tidak mengurangi totalitas cerita Laskar Pelangi. Suguhan tari, musik, dan lagu yang menjadi dasar pertunjukan musikal, menjadi penyegar cerita Musikal Laskar Pelangi yang malam itu dibawakan oleh Lea Simanjuntak, Chandra Satria, Gabriel B. Harvianto, Christoffer Nelwan, Hilmi Fathurrahman, Teuku Rizki, dan lain-lain.

Selama 3 jam, Musikal Laskar Pelangi yang disutradarai Riri Riza ini sukses menghipnotis pengunjung gedung baru berkapasitas 1200 orang itu. Mulai dari tari-tarian yang rancak, musik dan lagu-lagu yang mendayu-buai, setting latar yang mengagumkan, hingga kelakuan nakal bocah-bocah miskin asal Belitong ini menjadikan pertunjukan itu tak ada bosannya untuk disimak. Tak cuma orang dewasa, banyak juga anak kecil yang hadir bersama orang tua mereka terlihat anteng mencecap semua cerita di panggung, turut larut dalam suka dan duka serta tari dan nyanyi yang dibawakan.

Apa yang membuat penonton betah, kagum, dan berkali-kali bertepuk tangan beriring sorak? Jawabannya ada pada punggawa di balik panggung yang mempersiapkan pertunjukan ini, mulai dari Mira Lesmana, Riri Riza, Hartati, Jay Subiyakto, dan Erwin Gutawa. Dengan karsa masing-masing, Musikal Laskar Pelangi tampil solid, dari cerita, pemain, musik, nyanyian, setting panggung, hingga koreografi tari yang berhasil merepresentasikan ciri tradisi Melayu-Belitong di era 70-an.

Acungan jempol pertama untuk Jay yang bertindak sebagai penata artistik musikal yang digelar selama 21 hari berturut-turut ini. Dengan ide dan kreativitas visualnya, Jay berhasil membelalakkan mata penonton dengan sajian latar dan artistik panggung yang realis, memukau, dan berhasil menggambarkan suasana latar fisik dan masyarakat Kampong Gantong, Belitong. Kreasi Jay sudah ada sejak awal cerita. Panggung dibuka dengan suasana Kampung Gantong yang sibuk pada suatu pagi, dengan latar belakang Pabrik Timah yang lengkap dengan pagar kawat, plang peringatan, bangunan pabrik, dan dua buah warung kopi di kiri-kanan pabrik. Selanjutnya, silih bergantian tampil bangunan sekolah miring, ruang kelas, Sekolah SD PN Timah yang megah, padang rumput, pertokoan, rumah Bu Mus, rumah Lintang di bibir pantai lengkap dengan kapal, bebatuan di tepi pantai, pelangi, mobil, motor, kambing, dan curahan air hujan yang mengisi panggung.

Proyeksi artistik yang dibangun Jay kiranya sejalan dengan visi Riri Riza sebagai sutradara produksi ini. yang berhasil menyuguhkan Musikal Laskar Pelangi serupa dengan adegan dan scene dalam film yang kerap bergonta-ganti latar. Nuansa film memang terasa sekali di beberapa adegan musikal ini, salah satunya adalah penggunaan layar yang dibentang di bagian belakang panggung bahkan menutupi panggung untuk menampilkan sejumlah animasi yang memperkuat cerita. Salah satu adegan yang 'menohok' adalah saat Pak Arfan bercerita tentang Perahu Nabi Nuh di hadapan anak-anak Laskar Pelangi atau saat Lintang menguraikan hitungannya dalam lomba cerdas cermat. Seperti teknik pertunjukan wayang, memanfaatkan layar tipis tembus pandang yang membentang di muka panggung, dalam kedua adegan ini, pandangan penonton dibuat seolah-olah berada di hadapan para pelakon. Layar menjadi papan tulis tempat Pak Arfan dan Lintang menggambar dan menulis, sementara  penonton menyaksikan dari balik papan tulis dengan tulisan dan gambar terbalik.  

Selain Jay yang sukses 'memindahkan' potret fisik Belitong, koreografi racikan Hartati yang dimainkan para pelakon menambah dalam kesan tradisi Melayu khas masyarakat Kampung Gantong di dalam cerita. Gerak harmonis, yang memadupadankan unsur gerak, dari silat Minang hingga ballet, baik dalam format kelompok maupun individu, menjadikan suguhan kisah Laskar Pelangi menjadi begitu dinamis meningkahi musik dan nyanyi yang dibawakan pasukan Laskar Pelangi, para buruh, satpam pabrik, dan anak-anak SD PN Timah. Dalam balutan kostum sederhana—jauh dari glamor kostum penuh warna seperti pertunjukan musikal lain sebelum-sebelumnya—suguhan di panggung malam itu tetap memukau. 

Bicara soal musik, seperti menjadi nafas pertunjukan musikal, Erwin Gutawa dan Mira Lesmana patut dihadiahi jempol juga. Erwin Gutawa bersama orkestra yang dipimpinnya sukses membingkai pertunjukan yang digelar 3 minggu berturut-turut ini. Komposisi musik pengiring tari, nyanyi, dan latar dengan sentuhan padu Melayu dan modern yang diciptakannya sukses menebalkan nuansa setiap adegan yang dimainkan. Soal nyanyian dan lirik, duet Erwin dan Mira sukses menambal dialog dengan bait-bait lagu yang penuh makna. Kurang lebih ada 14 lagu yang dibawakan dalam musikal ini. Erwin Gutawa sendiri sudah 'mengancam' jauh-jauh hari sebelum pertunjukan. “Sesuai namanya, musikal, musik dan lagu juga menjadi faktor yang sangat menentukan. Karenanya, dalam Musikal Laskar Pelangi, kreativitas musikal sangat diperhatikan, utamanya dengan detil musik dan lagu yang dibawakan,” ungkapnya saat gelar siaran pers Jelang Pementasan Laskar Pelangi yang digelar  Desember 2010 lalu. Malah, menguatkan totalitas musik gelaran ini, Musikal Laskar Pelangi juga melansir album Musikal Laskar Pelangi yang berisikan lagu-lagu yang dibawakan dalam pentas Musikal Laskar Pelangi. Dalam album dengan single pertama "Jari-jari Cantik ini", tampil Dira Sugandi, Lea Simanjuntak, Christoffer Nelwan, serta ensemble Theater Company Musikal Laskar Pelangi yang turut sumbang vokal.

Acungan jempol juga patut diasongkan untuk detil penempatan orkes musik pengiring musikal ini. Dalam pementasan Musikal Laskar Pelangi ini seluruh pemain tampil live, mereka bernyanyi dan menari diiringi langsung oleh orkestra dan tanpa iringan choir sebagai backing vocal. Hebatnya lagi, Erwin dan kawan-kawan membangung pit orkestra tepat di depan panggung dengan posisi jauh lebih rendah—tepatnya di bawah—penonton di barisan pertama (memanfaatkan basement gedung Teater Jakarta). Dengan demikian penonton dapat mendengar, baik dialog maupun lagu yang dinyanyikan, serta pandangan penuh ke panggung tanpa terintangi aktivitas rombongan musik.

Secara keseluruhan, salutasi dan kagum patut disandangkan untuk para pemain malam itu. Hanya dibantu pengeras suara, mereka membawakan cerita dengan penuh totalitas, baik pemain dewasa maupun pemain anak-anak. Berdialog, bernyanyi, dan menari, dilakoni para pemain dengan kualitas vokal dan stamina yang terjaga—nyaris tanpa cacat dialog. Di beberapa adegan malah terlihat pemain yang membantu membawa properti ke panggung. Semuanya dilakukan dengan dinamis dan total. Tak cuma pemain-pemain berbakat, totalitas permainan ini sudah tentu hasil proses latihan yang lama dan intens. Well, melihat intensitas pertunjukan yang digelar 17 Desember 2010-9 Januari 2011 lalu ini, selama 3 minggu berturut-turut, 21 hari, dan kurang lebih 28 kali pertunjukan (Minggu 2 pementasan, siang dan malam), tak salah bila program persiapan dan latihan untuk para pemain memakan lebih dari 3 bulan. Itupun dengan membikin beberapa rotasi pemain untuk tokoh-tokoh utama, misalnya tokoh Bu Mus yang dimainkan oleh Dira Sugandi, Lea Simanjuntak, dan Eka Deli secara bergantian. Secara keseluruhan tak heran jika pementasan ini melibatkan lebih kurang 150 pemain termasuk dukungan dari Theater Company. Bahkan, disebabkan antusias penonton yang masih begitu tinggi, rencananya gelaran ini akan dimulai kembali Juli 2011 ini.

Catatan terakhir. Tak cuma penjagaan yang ekstra ketat kepada penonton yang mengganggu dengan aktivitas makan-minum atau mengambil gambar dengan kamera atau handphone, gelaran Musikal Laskar Pelangi menyempurnakan kehadirannya dengan 'suguhan' jualan cinderamata khas Laskar Pelangi. Ini bisa jadi untuk memperkuat kesan penonton usai menyaksikan pertunjukan. Beragam merchandise yang akan disediakan saat pertunjukan mulai dari Album Musikal Laskar Pelangi, sarung handphone, gantungan kunci, kaos, topi, dan lain-lain bisa dibeli saat pertunjukan dengan harga terjangkau. Selain itu, gelaran ini tak sepi dengan penjaja cemilan makan dan minum pengganjal lapar, baik dari sponsor maupun penjaja liar di luar gedung. Well, ini sudah pasti untuk mengantisipasi para penonton yang kelaparan menyaksikan pertunjukan musikal yang digelar selama kurang lebih 3 jam dengan jeda paruh waktu yang hanya 20 menit.

Contact the writer at hapis.sulaiman@mediasatu.com

No comments: